OviOda

One Village-One Destination, One Destination, One Attraction 

Wisata Budaya

Mari jelajah wisata Budaya yang ada di Destinasi Luwu Timur mulai dari Gua, situs peninggalan, Suku Adat hingga wisata budaya lainnya

Kapal Jepang

Bangkai kapal ini berada di Sungai Malili, tepatnya di Jalan Lure, Dusun Malluse Tasi, Desa Balantang, Kecamatan Malili, Luwu Timur. Meskipun sudah dikenal oleh masyarakat lokal, kapal ini menawarkan nilai histori dan estetika yang memicu rasa penasaran wisatawan dari luar terutama tentang cerita bagaimana kapal perang Jepang bisa tenggelam di sungai tersebut.

Sejarah Kapal ini dulunya merupakan kapal logistik milik seorang pengusaha lokal yang digunakan untuk mengangkut barang di Sulawesi bagian timur. Namun, pada akhir tahun 1990-an kapal ini mengalami kerusakan teknis saat melintasi perairan Balantang di tengah badai hebat, hingga akhirnya karam dan tenggelam tidak jauh dari garis pantai desa.

Situs Makam Mokole Rahampu’u

Makam ini dipercaya sebagai tempat peristirahatan terakhir para Mokole Rahampu’u, penguasa lokal pada masa dahulu di daerah Matano. Nama yang tercatat sebagai pemilik makam adalah La Makandiu dan La Mataluia. Makam-makam di situs ini memiliki nisan berbentuk menhir mirip phalus, yang merupakan bentuk kuno dan simbolisme arkeologis penting. Wisata sejarah seperti makam ini menjadi bagian dari daya tarik Desa Wisata Matano. Di samping danau yang indah, makam raja memberikan nilai tambah edukatif dan budaya bagi pengunjung.

Gua Andomo

Gua ini terbentuk secara alami dalam tebing vertikal diperkirakan setinggi 20 meter. Secara tradisional, gua ini digunakan sebagai tempat pemakaman oleh masyarakat setempat, sehingga memiliki nilai arkeologis dan spiritual yang tinggi. Studi arkeologis mengungkap bahwa gua ini memiliki panel gambar cadas berupa “hand stencils”, termasuk varian unik dengan jari menyempit, khas Sulawesi bagian barat daya. Ini menandakan bahwa Gua Andomo adalah situs seni batu pra-sejarah penting.

Adat To Karunsi’e

Suku Karunsi’e (To Karunsi’e) adalah suku yang berasal dari Sulawesi Tengah, yang telah lama berdiam di Kampung Dongi, Desa Ledu-Ledu, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur dengan Populasi sekitar 200 orang.

Suku karunsi’e berbicara dengan Bahasa Karunsi’e yang merupakan sub-bahasa Moro Dialek Karunsi’e. Suku Karunsi’e terbagi menjadi 2 suku yaitu Dompipi To Karunsi’e yang berkampung di daerah Salonsa (Dongi), Kaporesea, Sinongko, dan Pe-pae. Sedagkan satu lagi adalah Dompipi To Tambe’e Bangkano Tambalako yang berkampung di daerah Ladangi, Koropansu, dan Korolansa.

Suku Padoe

Masyarakat Suku Padoe yang bermukim di wilayah Nuha, Towuti, dan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, dikenal memiliki adat istiadat serta tradisi yang kuat sejak masa lampau. Salah satu warisan penting yang masih menjadi bukti kemajuan budaya mereka adalah keberadaan Rumah Patudu, rumah adat tradisional yang hingga kini dianggap sebagai simbol identitas masyarakat Padoe.

Rumah Patudu berbentuk rumah panggung dengan ketinggian sekitar dua meter dari permukaan tanah dan ditopang oleh 12 tiang utama yang kokoh.

Mata Air Laa Laa

Danau Matano menyimpan banyak cerita masa lampau. Salah satunya adalah Mata Air Laa Laa, di Dusun Matano, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur. Mata air Laa Laa sebelumnya dikenal dengan nama Mata Air Bura-Bura yang terletak di tengah- tengah perkampungan Desa Matano yang berada didalam tembok menyerupai kolam jernih serta terawat.

Dinamakan ‘Bura-Bura’ karena masyarakat setempat percaya Jika berdiri di pinggir kolam, lalu mengucapkan ‘bura-bura’ akan keluar gelembung-gelembung air dari kolam.

Suku Tambee

Suku Tambee terletak di Dusun Landangi, Desa Matano, Kecamatan Nuha. Suku Tambee di Luwu Timur hidup berdampingan bersama 2 saudara serumpunnya yaitu suku Padoe dan suku Karunsi’e, Ke 3 suku ini tergabung dalam satu wadah yang disebut PASITABE.

Suku Tambee memiliki rumah adat yang disebut dengan ‘Doha Pinoturu’ yang berfungsi sebagai tempat segala kebijakan hukum adat berpijak dari rumah ini dan menaungi seluruh komunitas adat. 

Gua Batu Putih

Terletak di Desa Matompi, Kecamatan Towuti, Gua Batu Putih dikenal dengan dinding batu kapur berwarna putih alami dan formasi stalaktit-stalagmit yang terbentuk alami selama ribuan tahun. 

Menurut cerita rakyat, gua ini dulu menjadi tempat perlindungan warga pada masa kerajaan dan dipercaya dijaga oleh roh leluhur. Gua Batu Putih dianggap sebagai tempat sakral yang menyimpan energi dan sejarah masa lalu.